Anda cacat tubuh, anda butuh keterampilan

15 12 2009

Apa yang saya tulis ini adalah pengalaman saya sendiri sebagai penderita cacat polio sejak umur 2 tahun. Dalam tulisan ini tidak ada niatan saya untuk sombong, hanya sekedar berbagi dan saling memotivasi sebagai sesama penderita cacat. Hal yang menjadi beban bagi siapapun yang menderita ataupun yang mempunyai anak cacat adalah bagaimana cara dia kelak untuk mandiri ketika semua orang terdekat kita yang menyayangi dan peduli pada kita selama ini telah pergi. Apakah setelah mereka pergi, mentang-mentang kita cacat, kita harus mencari dan “memaksa” orang lain agar kasihan, peduli dan menyayangi kita sebagai orang cacat. Jawabannya mungkin kita semua sepakat yaitu “TIDAK !”.

Alhamdulillah, saya termasuk orang cacat yang beruntung karena bisa mengenyam pendidikan yang cukup tinggi, saat ini saya sudah menyandang gelar SE (Sarjana Ekonomi) dengan jurusan keahlian manajemen. Masalah yang saya hadapi tak jauh beda dengan teman-teman lainnya ketika mereka lulus dari suatu perguruan tinggi, yaitu “mencari kerja” dan mungkin masalah yang saya hadapi lebih berat daripada teman-teman yang lain, yaitu karena saya mempunyai keterbatasan fisik dan dalam persaingan dunia kerja saya sudah kalah satu langkah dari mereka.

Setelah beberapa lama mengganggur, suatu ketika ada sebuah hotel baru di Jember yang membuka lowongan. Akhirnya dengan berbekal gelar SE, saya memberanikan diri untuk bersaing dengan para pencari kerja yang lain, karena untuk jabatan Front Office yang dibutuhkan saat itu adalah Sarjana. Ketika itu para pelamar untuk jabatan Front Office di kumpulkan tersendiri dan tes dilakukan oleh pemilik hotel sendiri. Alangkah terkejutnya kami semua ketika pemilik hotel menegaskan bahwa bentuk tesnya adalah tes bahasa inggris, siapa yang bisa berbahasa inggris dengan aktif dialah yang akan diterima sementara yang pasif harus segera mengundurkan diri. Semula kami berjumlah kurang lebih 50 orang dan setelah ada pernyataan dari pemilik hotel seperti itu segera jumlah kami menyusut hingga kurang lebih 15 orang, dan saya termasuk didalamnya. Setelah tes diadakan akhirnya terpilih 5 orang dan Alhamdulillah saya juga salah satu dari mereka. Selain berterima kasih kepada Allah ada satu hal yang tak henti-hentinya saya syukuri saat itu yaitu kemampuan saya berbahasa Inggris dengan baik, dan dalam hal ini saya berterimakasih pada ayah saya yang sudah mengenalkan bahasa inggris sejak saya TK karena memang beliau dulu adalah guru bahasa inggris dan beliau juga selalu mengingatkan untuk selalu melatih dan meningkatkan kemampuan berbahasa inggris saya. Sudah pasti bila saya tidak bisa bahasa inggris dengan baik saat itu saya pasti masih meneruskan masa menganggur saya.

Saya lalui 3 tahun kerja di hotel dengan suka dan duka, dan pada tahun 2000 saya memutuskan untuk mengundurkan diri karena satu hal yang membuat saya tidak “nyaman” kerja di hotel tersebut. Tanpa ada batu loncatan saya memutuskan untuk mundur dari hotel tersebut dan segera saya menjadi pengangguran lagi. Ditengah kebingungan ada teman yang minta diajari program MS. Office, tawaran saya terima karena memang pada tahun 1996 pada saat Windows 95 pertama dirilis saya di paksa oleh ibu saya untuk kursus. Proses kursus teman saya berlangsung kurang lebih 1 bulan dan sesuai dengan yang disepakati saya menerima sejumlah uang untuk jasa saya tersebut. Akhirnya setelah 3 bulan menganggur datang juga uang ke dompet. Satu lagi hal yang saya syukuri adalah kesediaan saya menerima tawaran ibu untuk ikut kursus komputer. Lagi-lagi keterampilan. Alhamdulillah.

Akhirnya, setelah itu tawaran untuk memberi kursus privat komputer terus berdatangan bahkan bervariasi ke tawaran kursus bahasa inggris. Promosi hanya dilakukan dari mulut ke mulut dan satu hal yang baru saya sadari, ternyata saya sangat menikmati “mengajar”.

Seiring dengan bertambahnya keterampilan yang saya kuasai, saat ini layanan kursus yang saya berikan semakin berkembang. Kemampuan saya dalam memainkan gitar dan piano juga saya tawarkan ke konsumen dan Alhamdulillah saat ini juga sudah jalan. Kemampuan bermusik ini saya dapat dari ayah saya yang dulunya memang pemain band. Ayah menawari cara bermain gitar dan keyboard dulu untuk menghilangkan rasa jenuh saya yang memang lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Memang ayah saya dulu hanya memberi dasar-dasar bermusik yang kemudian dengan fasilitas yang disediakan orang tua, keterampilan tersebut saya asah sehingga layak untuk dijual seperti saat ini.

Saat ini disamping memberi kursus privat komputer, musik dan bahasa inggris saya juga mengajar di beberapa SMA dan sebuah SMP di kota saya. Mata pelajaran yang saya ajarkan juga musik, komputer dan bahasa inggris. Satu hal yang selalu saya syukuri ketika merenung adalah ternyata ketidaksengajaan saya belajar beberapa keterampilan ternyata sangat membantu dalam proses kemandirian saya sebagai seorang penyandang cacat. Hal yang menafkahi saya beserta keluarga selama ini malah berasal dari keterampilan yang saya pelajari dengan tidak sengaja dan bukan berasal dari gelar kesarjanaan yang saya capai dengan susah payah selama 4 tahun (ekonomi). Oleh karena itu, kesimpulannya adalah apabila anda seorang penyandang cacat ataupun orang tua yang mempunyai anak cacat maka sedini mungkin dikenali bakat diri anda atau anak anda untuk kemudian setelah teridentifikasi lalu maksimalkan dengan kursus dan sebagainya yang intinya adalah membekali para penyandang cacat dengan keterampilan life skill yang sesuai dengan bakat dan minat mereka. Memang bakat, minat, dan keadaan seseorang tidak sama, tugas andalah yang harus mengukur kemampuan diri dan kemudian berusaha untuk mem-follow up-i hal tersebut. Dari pengalaman hidup saya ini bisa diambil benang merah bahwa selama kita mau berusaha dan berdoa tidak ada yang tidak mungkin.

Selamat mencoba dan berjuang saudaraku, taklukkan dunia dengan segala keterbatasan kita.


Aksi

Information

Tinggalkan komentar